Kamis, 26 April 2012

Markonah

Ada tugas Bahasa Indonesia SMA Negeri 8 Tangerang di akhir pekan ini. Tugasnya adalah membuat naskah drama per individu. Ini dia sekilas Naskah drama yang berjudul "MARKONAH" karya : Ahadiya Rosalina XI IPA 4.

Markonah
    Di siang yang terik, Markonah terus menelusuri jalan yang dipenuhi kerumunan orang. Dengan tekadnya ia melangkah tegas, menerobos kerumunan itu. Dan tiba-tiba "Bruk", dia menabrak seorang wanita tua yang membawa tumpukan kue di keranjangnya. Markonah membuat semua kuenya itu terjatuh.
Sang nenek pun terpana sejenak, menatap Markonah yang hanya mengucapkan kata maaf. Namun, tak hanya si nenek, semua orang disana ikut mendelik ke arah Markonah.
     Karena malu, ia berlari pulang. Sungguh menyesal rasanya dengan kata maaf yang keluar dari bibirnya tapi tubuhnya tak tergerak membungkuk. Saat itu, ia merasa tubuhnya kaku. Ia bisa melakukannya, tapi entah kenapa dan entah apa yang menahannya.
    Sang ibu yang duduk manis di sofa rumah Markonah selalu setia menunggu kedatangan anak tunggalnya, Siti Markonah. Ketika Markonah melangkah masuk, sang ibu yang lemah lembut itu membidik Markonah dengan sejuta pertanyaan dengan penuh perhatian.
     Ibu Markonah tak pernah menyerah untuk mencuri perhatian anak tirinya itu. Tapi, Markonah selalu membalasnya dengan sikap yang dingin. Markonah adalah anak yang baik, tak terlalu pintar, tapi cukup pintar dibanding 2 sahabatnya, Lina dan Nevy.
    Keesokan pagi nya, Markonah tertegun membaca bacaan pada buku sambil duduk di bangku kelasnya. Beribu kata yang keluar dari bibir Nevi, sahabatnya itu. Namun tak sebanding dengan balas Markonah yang dingin, dan begitu singkat.
"Besok adalah hari ulang tahun Lina, Sahabat kita." ucap Nevi riang kepada Markonah yang terpaku pada bukunya. Si gadis periang itu berusaha membujuk Markonah untuk membelikan sahabat mereka kado. Meski mereka bersahabat, tapi Markonah selalu begitu. Selalu dingin, se akan-akan tak peduli. Walaupun saat itu sahabatnya sedang sakit hingga tak masuk sekolah di hari yang menjelang ujian itu, tapi kata-kata di bibir Markonah tetap menggambarkan ketidak peduliannya kepada sahabatnya, Lina. Nevi tak kuat melihat betapa dinginnya Markonah. Amarah dan Emosi menggiurkan mereka, hingga semua terhenti dengan hening. Tanpa tegur sapa lagi sampai jam pelajaran usai.
      Markonah bergegas keluar sekolah ketika Bel telah berdering. Ia mencoba berjalan melalui jalan yang ramai akan kerumunan orang waktu itu. Berharap ia bisa bertemu sang nenek. Namun semua itu nihil, sang nenek tak kunjung terlihat.
     Sesampainya di rumah, seperti biasa,  Ibu telah menyambutnya denga sejuta pertanyaan. Dan seperti biasa, Markonah hanya membalasnya dengan dingin, dan singkat. Markonah segera masuk ke kamarnya dan termenung. Terlintas ucapan-ucapan sahabatnya itu, dan hatinya berkoar seketika. Niat nya teguh, tuk buktikan bahwa ia tak sepenuhnya seperti itu. Bahwa ia sebetulnya peduli.
     Markonah menatap setumpuk kardus bekas di kamarnya. Terpikir olehnya untuk mengubah kadus-kardus itu menjadi sebuah bingkai yang indah. Namun, ia berhasil. Markonah mampu menyulap kadus bekas itu menjadi sebuah bingkai unik yang sederhana dan yang indah dengan foto ketiga sahabat sejati itu.
    Tiba saat nya esok hari, di hari minggu, Lina berulang tahun. Dengan teguh, Markonah bergegas merapihkan bingkisan itu. Menyiapkan diri di tengah pagi buta dan segera keluar rumah. Setelah melangkah sesaat, Markonah tersadar. Tersadar dari tekadnya yang begitu kuat. Tersadar bahwa sebenarnya ia tak tahu dimana rumah sahabatnya itu, Lina. Ego masih membakar hatinya, tapi tekad kuat itu berusaha mendinginkannya. Perlahan, ego Markonah mulai teredam. Kaki nya mulai tergerak menuju suatu arah. Rumah Nevy, kesanalah kakinya tertuju.
     Lima langkah sebelum sampai di rumah sahabatnya, Markonah melihat sosok perempuan sebaya dengannya yang keluar dari sebuah rumah dengan membawa kotak yang berbungkus indah. "Nevy", kata hati Markonah. Langkah Markonah kini berpaling pada sahabatnya itu. Karena terbakar ego, Markonah tak mau mendekat. Ia tak mau Nevy tahu akan keberadaannya.
    Mereka melangkah melewati jalan setapak. Jalan yang dipenuhi bendera kuning yang berkibar. Hati Markonah kian bertanya-tanya. Lalu, langkah mereka terhenti di sebuah rumah. Rumah itu ramai dengan lantunan tahlil. Rumah yang penuh bendera kuning.
     Markonah segera menyerobot masuk, melewati kerumunan orang berduka disana. Dan tiba-tiba tubuhnya kaku, tak bisa bergerak, ketika melihat sahabatnya itu terbaring pucat pasi. Ia berusaha melangkahkan kaki, mendekat ke arah sahabatnya itu. Dengan air mata berlinang, dengan tubuh yang melemas.
       "PERGI KAU!!!!" Teriak seorang wanita tua disana tiba-tiba. Markonah terkejut dan hampir pingsan.
       "Berani-berani nya kau menginjak rumah ini. Kau yang meyebabkan ini semua! Kau yang membunuh Lina! Kau yang menabrak kue itu dan kau yang membuat daganganku hancur! Karena perbuatan mu itu yang membuat Lina tak bisa berobat ke rumah sakit! PERGI KAU PEMBUNUH!" Teriak sang nenek itu lagi.
        Semua mata disana menoleh pada Markonah seketika. Sesal di hatinya membuat Markonah berlari pulang. Tapi, tubuhnya tak sanggup lagi berlari ketika ia telah sampai di pinggir jalan raya dekat rumah nya. Markonah melangkah perlahan, mengarah ke suatu tempat yang seharusnya ramai, tapi sepi saat itu. Markonah melangkah ke tengah jalan. Pikirannya kacau. Hati nya bimbang. Bayang-bayang rasa bersalah itu terus menghasutnya.
          "Markonah! Kamu mau ngapain, nak?" Teriak sang ibu sambil berlari menghampiri Markonah.
          "Aku yang membunuh Lina, bu. Aku adalah seorang pembunuh, bu!" Ucap Markonah dengan penuh tangis.
          " Ini semua bukan salah mu, nak. Ini semua adalah takdir tuhan. kita tak bisa menangkalnya." Kata ibu sambil mendekap Markonah.
          "Ibu sayang sekali sama kamu, nak. Ibu sayang kamu seperti anak ibu sendiri. Ibu tak berharap banyak dari kamu. Ibu hanya ingin membahagiakan kamu, mar. Ibu ingin melihat kamu tumbuh dewasa dengan diselimuti kebahagian. Ibu ingin melihat mu tumbuh dengan senyum yang terpancar indah diwajah mu." Lanjut ibu sambil membelai rambut Markonah.
           "makasih, bu." Jawab Markonah singkat, namun dengan senyum hangatnya.
          "Sekarang, kita pulang yuk." Rayu sang ibu. Tapi tiba-tiba "BRAAAAAAK!!!!". Sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi, dan menabrak mereka. Markonah tewas dengan air mata berlinang di pipinya. Ibu Markona pun menghembuskan nafas terakhirnya di jalan itu. Sambil tersenyum, Ibu Markonah mendekap Markonah. Mereka terasa bahagia. Bahagia yang abadi mungkin, dengan kehidupan  berikutnya. Kehidupan selanjutnya. Mencapai kebahagiaan yang terindah, di tempat Sang Pencipta.


By: Ahadiya Rosalina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Insert Your Comment Pleassee

Domo-kun CuteDomo-kun Cute